Monday, February 26, 2018

KULTUR MAKANAN ALAMI IKAN HIAS


I.                   PENDAHULUAN

            Selain penyakit, tingginya angka kematian ikan hias piaraan dipengaruhi oleh lancarnya suplai makanan yang baik dan disukai oleh ikan. Makanan yang paling cocok untuk ikan hias adalah makanan alami yang bisa didapat atau dicario di alam, misalnya di perairan umum atau mengkultur sendiri.
            Makanan alami ini biasanya berupa jasad renik seperti cacing-cacingan, larva serangga, dan udang renik. Ukurannyapun bermacam-macam sehingga dapat diberikan sesuai ukuran tubuh dan umur ikan yang bersangkutan
            Salah satu cara termudah menyediakan makanan alami ialah dengan jalan mengkulturnya di sekitar rumah atau bak.

II.                JENIS-JENIS MAKANAN ALAMI

Jenis-jenis makanan alami yang lazim diberikan pada ikan hias antara lain :

1.      Infusoria
Infusoria adalah protozoa (binatang bersel tunggal ) yang sangat cocok diberikan sebagai makanan ikan hias ukuran kecil (benih) setelah kuning telurnya habis. Kebanyakan hidup di air tawar seperti kolam, sawah, rawa dan perairan tawar tergenang lainnya. Biasanya di sawah infusoria didapatkan diantara jerami padi setelah selesai panen, sedang di kolam atau di rawa terdapat diantara tanaman padi.
Didalam infusoria dikenal antara lain jasad-jasad renik ciliata yang bersel satu dan berbulu getar diseluruh tubuhnya. Jenis yang sering kita temukan adalah Paramaecium. Berkembang biak dengan dua cara yang berbeda yaitu dengan pembelahan sel dan konjugasi. Cara pembelahan sel dilakukan jika lingkungan baik sehingga perkembangbiakan berjalan cepat. Sedangkan cara konjugasi dilakukan sebagai refresing (penyegaran) dengan jalan bertukar dan berbaurnya inti sel dari dua sel induk yang berbeda.
Infusoria mampu tumbuh dan berkembang di lingkungan yang sedang tercemar dan mengalami proses pembongkaran sisa bahan organik. Makanannya berupa bakteri, ganggang renik, ragi, detritus yang halus dan protozoa yang kecil.

2.      Rotifera
Rotifera (rotaria) adalah sekumpulan jasad renik yang tubuhnya mempunyai korona ( seperti tajuk mahkota) bulat dan berambut getar. Tajuk ini mirip roda, maka dari itu disebut rotifera.
Rotifera merupakan salah satu kelas udang renik dari filum Trochelminthes dengan ukuran antara 50 – 300 mikron. Jenis rotifera yang sering ditemukan adalah Brachionus , makanannya terdiri dari gangang renik, ragi, bakterio dan protozoa kecil yang didapatnya dengan cara menggerakkan bulu getar.
Brachionus jantan lebih kecil daripada betina, berkembang biak dengan cara parthenogenets (bertelur dan menetaskan telur tanpa kawin). Siklus hidupnya hanya berkisar 8 – 12 hari.

3.      Kutu Air
Kutu air yang dimaksud adalah udang renik Cladocera. Yang sering ditemui dan dikenal di perairan umum adalah Moina dan Daphnia. Bentuk tubuhnya pipih bening tembus pandang. Makanan kutu air berupa ganggang dan detritus. Pengambilan makanan dengan cara menggerakkan kakinya.

4.      Cacing Sutera
Cacing juga merupakan makanan alami yang sangat akrab dengan kehidupan ikan hias. Cacing ini hidup didasar perairan yang banyak mengandung banyak bahan organik. Cacing ini berwarna merah mirip benang, juga ditemukan didasar selokan.
Cacing ini dikenal dengan nama Tubifex ini mirip benang merah yang kusut, karena mereka suka hidup bergerombol. Cacing ini mampu memacu pertumbuhan anak ikan, tapi bagi ikan yang lagi hamil kurang cocok karena bisa menghambat keluarnya telur, sebab kandungan lemak cacing diduga dapat menyumbat saluran telur induk ikan.

5.      Jentik Nyamuk
Jentik nyamuk mempunyai protein tinggi, yang disukai hampir semua jenis ikan hias. Jentik nyamuk tak lain dari larva nyamuk, berasal dari filum Arthopoda, kelas Insekta, subklas Pterygota dari ordo Diptera.
Jentik nyamuk banyak ditemukan di air selokan, comberan, parit, rawa. Berbeda dengan tubifex, nyamuk justru butuh tempat yang tergenang untuk berkembangbiak. Makanan nyamuk betuna berbeda dengan nyamuk jantan. Jika nyamuk betina gemar darah manusia, maka si jantan cukup mengisap cairan pada daun, sedangkan larvanya menyukai detritus, jasad renik, seperti ganggang, ragi dan bakteri.
Jentik nyamuk ini tergolong sangat cocok diberikan untuk induk ikan hias yang telah dan akan kawin, karena selain ukurannya pas, juga kandungan proteinnya tinggi, bahkan induk ikan yang telah bertelur akan cepat matang telur kembali jika diberi jentik nyamuk.

III.             CARA MENGKULTUR MAKANAN ALAMI

1.      Kultur Infusoria
Untuk memproduksi infusoria cukup disiapkan wadah dari akuarium berbagai ukuran, atau paso dan bisa juga panci. Sebagai medium kulturnya gunakan daun kobis, selada, talas, atau daun tanaman lain yang mudah hancur yang sebelumnya dibuang tangkainya karena sulit hancur.
       Daun tersebut direbus dalam panci dengan air sampai hancur, setelah menjadi “bubur” lalu kita masukkan kedalam wadah tadi dan beri air sedikit sebagai pelarut. Kedalam bubur kita tulari bibit infusoria lalu masukkan 1 – 2 sendok air selokan/comberan yang kondisi airnya agak keruh, sebab air semacam inilah yang banyak mengandung infusoria.
            Selanjutnya wadah yang telah berisi bibit tadi ditaruh ditempat teduh tanpa tutup agar tidak kekurangan udara untuk pernafasan. Biasanya pada hari kedua sudah dapat dilihat infusoria yang tumbuh, yang ditandai dengan timbulnya lapisan putih keruh ke permukaan air.
            Cara memanennya dilakukan dengan mengambil langsung cairan itu dam memberikan pada benih ikan yang sudah habis kuning telurnya. Jadi makanan ini hanya ideal bagi benih ikan yang masih muda.

2.      Kultur Rotifera
Kultur rotifera dapat dilakukan dalam bak atau kolam yang luas misalnya kolam seluas 10 m2 mula-mula diberi pupuk kandang ditambah 0,15 kg TSP, 0,15 kg urea dan 0,15 kg kapur tohor untuk mencegah keasaman.
Sebelum semua bahan dimasukkan, kolam dibersihkan dulu lalu dikeringkan untuk membunuh benih ikan liar dan hama seperti anak kodok, siput dsbnya. Pengeringan kolam pada cuaca terik cukup 2 – 3 hari saja, jika mendung sebaiknya sampai 5 hari, sedangkan kalau menggunakan bak pengeringan cukup sehari saja.
Sebelum kolam kering, pupuk tersebut disebar rata, lalu air dimasukkan setinggi 50 cm. Jika air yang masuk dalam kolam kaya akan bibit rotifera, maka dalam tempo 4 hari rotifera sudah tumbuh. Untuk menangkapnya dapat dipakai jala plankton, yaitu yang bermata jala 40 milimikron.
Agar rotifera tidak dimakan oleh binatan lain sebaiknya pintu pemasukkan diberi saringan pada saat kita memasukkan air.
           
3.      Kultur Kutu Air
Membiakkan kutu air tidak jauh beda dengan rotifera. Setelah dilakukan persiapan dan kolam sudah diisi air maka pada hari ketiga benih daphnia boleh dimasukkan. Benih daphnia dan monia dapat dibeli ditoko penjual benih kutu air (pedagang makanan ikan hias). Penebaran benih ini penting sekali karena air yang dimasukkan kedalam kolam tadi belum tentu mengandung benih daphnia dan monia. Bibit ini ditebar hanya untuk pertama kali, untuk selanjutnya benih sudah menyebar keseluruh penjuru kolam.
Pada hari ketujuh sejak pemasukkan air, kutu air sudah dapat dipanen. Pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari sebab pada suasana seperti itu kutu air akan berkumpul di permukaan air sehingga memudahkan menangkapnya. Panen kutu air dapat dilakukan dengan menggunakan serok biasa yang terbuat dari kain strimin.
Baik kultur rotifera maupun kutu air dapat bertahan dalam waktu yang cukup lama sekitar 2 bulan, namun seminggu sekali harus ditambahkan pupuk kandang yang dimasukkan dalam karung yang dilubangi dan diapungkan dalam kolam.

4.      Kultur Cacing Sutra
Cacing sutra dapat dibiakkan dalam bak yang bentuknya memanjang atau saluran air. Dasar bak terlebih dahulu dilapisi dengan lumpur halus. Bahan yang paling baik untuk melapisi yaitu sampah yang sudah hampir membusuk. Bila menggunakan lumpur, sebaiknya diambil dari dasar sungai yang sudah ada bibit cacingnya.
Tebal lumpur cukup sekitar 5 cm, bahan tambahannya adalah pupuk kandang untuk penyubur sebanyak 50 gr/m2. Pupuk ini sebelumnya diaduk dengan lumpur sehingga benar-benar menjadi satu. Lalu masukkan air  dengan cara mengalirkan kedalam bak perlahan-lahan. Air ini gunanya untuk menjaga kesegaran dan kesejukan serta menambah oksigen dan membuang sisa kotoran yang merugikan.
Kemudian bibik cacing tubifex disebarkan merata, maka dalam jangka 2 hari akan terlihat cacing itu mulai berkembang biak. Guna mencegah sengatan matahari, mengingat cacing membutuhkan suasana gelap sebaiknya bak ditutup dengan daun pisang.
Kalau gerombolan cacing sudah cukup bergerombol dalam lumpur, cacing bisa dipanen dengan cara merogoh atau mengangkatnya dengan tangan telanjang. Cacing yang telah dipanen dibersihkan dengan air.

5.      Kultur Jentik Nyamuk
Membudidayakan jentik nyamuk berarti mempersiapkan tempat untuk memikat induk nyamuk betina agar mau bertelur. Tempatnya berupa bak berisi air yang ukurannya 2 x 3 m atau 2 x 2 m atau 2 x 1 m. Kalau tidak ada bak semen boleh juga kolam tanah biasa.
Persiapan kultur jentik nyamuk sama dengan kultur kutu air. Dibei pupuk kandang dengan dosis 1 kg/m2. Campuran lain tidak diperlukan, sebaiknya bak atau kolam dibuat dekan dengan selokan atau comberan karena tempat seperti ini banyak berkeliaran nyamuk.
Dalam tempo 3 hari biasanya nyamuk sudah berdatangan dan tidak lebih dari seminggu jentik-jentik yang suka bergoyang itu sudah dapat kita ambil. Cara pengambilannya dengan menggunakan serok dari kain strimin, sebaiknya dicuci dulu sebelum diberikan pada ikan.
Jika dirasakan nyamuk-nyamuk sudah berkurang hasilnya, pertanda pupuk harus diperbaharui lagi, atau dengan menambahkan batang pisang yang sudah dicacah sebagai pemikat induk nyamuk. Demikian dilakukan pemupukan pembaharuan kalau dirasakan nyamuk-nyamuk sudah mulai berkurang.






****** MKW ******           

Friday, February 9, 2018

TEKNIK PEMBENIHAN IKAN BAUNG (Mystus nemurus)


PENDAHULUAN

Baung adalah nama segolongan ikan yang termasuk kedalam marga Hemibagrus, suku Bagridae. Ikan yang menyebar luas di IndiaCina selatan dan Asia Tenggara ini juga dikenal dengan banyak nama daerah, seperti ikan duri, baong, baon, bawon, senggal atau singgah, tagih, niken, siken, tiken, tikenbato, dan lain-lain.
Ikan baung (Mystus nemurus) merupakan komoditas perikanan air tawar di Indonesia. Ikan ini telah berhasil dipijahkan secara buatan di BBAT Sukabumi sejak tahun 1998. Tekstur dagingnya berwarna putih, tebal dan tampa duri halus dalam dagingnya, sehingga sangat digemari masyarakat.
Sebelum produksi ikan baung umumnya berasal dari penangkapan di alam, sehingga hasilnya tidak menentu baik dari jumlah maupun ukurannya. Dengan diketahuinya teknik pemijahan ikan baung, diharapakan usaha pembudidayaannya akan berkembang sehingga produksinya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

SISTEMATIKA

Phylum Chordata, Kelas Pisces, Anak kelas Teleostei, Bangsa Ostariophysi, Anak Bangsa Siluridae, Suku Bagridae, Marga Mystus dan Jenis Mystus nemurus.
Ikan baung memiliki kumis  atau sungut yang mencapai mata, badanya tidak bersisik mempunyai sirip dada dan sirip lemak yang besar, serta mulutnya melengkung. Ikan baung berwarna coklat kehijauan, hidup di dasar perairan dan bersifat omnivora.
Di Jawa Barat ikan baung dikenal dengan nama tagih, senggal atau singah : Di Jawa tengah : Jakarta dan Malaysia, bawon ; Serawak, baon : Kalimantan Tengah, niken, siken, tiken, bato, baungputih, dan di Sumatra, baong.
Ciri-ciri induk Jantan dan betina ikan baung:
-        Induk betina :tubuh lebih pendek , mempunyai dua buah lubang kelamin yang bentuknyabulat.
-        Induk Jantan :Tubuh lebih panjang, mempunyai satu buah lubang kelamin yang bentuknya memanjang.

PEMBENIHAN

A.  Pematangan Gonad

Pematangan gonad dilakukan di kolam beraliran air yang kontinyu dengan kepadatan 0,2 s/d 0,5 kg/m2. Setiap hari diber ipakan pellet sebanyak 3 s/d 4 % per hari dari berat tubuhnya.

B.  Seleksi Induk

o   Seleksi induk bertujuan untuk mengetahui tingkat kematangan induk yang akan dipijahkan.
o   Induk betina ditandai dengan perutnya yang buncit dan lembut, bila diurut telur yang keluar bentuknya bulat utuh berwarna kecoklatan.
o   Induk jantan ditandai dengan warna tubuh dan alat kelaminnya agak kemerahan.

C.  Penyuntikan

o   Induk betina disuntik dengan ovaprin sebanyak 0,6 ml/kg dan jantan dengan ovaprin 0,5 ml/kg. Penyuntikan dilakukan dua kali dengan selang waktu 12 jam. Setiap penyuntikan sebanyak ½ dosis total.
o   Penyuntikan dilakukan pada bagian punggung

D.  Pemijahan/Pengurutan

o   Apabila akan dipijahkan secara alami, induk jantan dan betina yang sudah disuntik disatukan didalam bak yang telah diberi ijuk dan biarkan memijah sendiri.
o   Apabila akan diurut, maka pengurutan akan dilakukan 6 s/d 8 jam setelah penyuntikan kedua.
o   Langkah pertama adalah menyiapkan sperma: ambilkan tong sperma dari induk jantan dengan membedah bagian perutnya, gunting kantong sperma dan keluarkan. Cairan sperma ditampung dalam gelas  yang sudah diisi NaCl 0,9 % sebanyak ½ bagiannya. Aduk hingga rata. Bila terlalu pekat, tambahkan NaCl sampai larutan berwarna putih susu agak encer.
o   Ambil induk betina yang akan dikeluarkan telurnya. Pijit bagian perut kearah lubang kelamin sampai telurnya keluar. Telur dimpung dalam mangkok plastik  yang bersih dan kering. Masukkan larutan sperma sedikit demi sedikit dan aduk sampai merata. Agar terjadi pembuahan, tambahkan air bersih dan aduklah sampai merata sehingga pembuahan dapat berlangsung dengan baik, untuk mencuci telur dari darah dan kotoran lainnya, tambahkan lagi air bersih kemudian dibuang. Lakukan pembilasan 2 s/d 3 kali agar bersih.
o   Telur yang sudah bersih dimasukkan dalam akuarium penetasan yang sudah diisi air. Cara memasukkan, telur diambil dengan bulu ayam, lalu sebarkan keseluruh permukaan akuarium sampai merata. Dalam 36 jam telur akan menetas dan larva yang dihasilkan dipindahkan ke akuarium pemeliharaan larva. Setelah berumur dua hari, larva diberimakan kutu air (Moina atau Daphnia) atau cacing sutra (Tubifex) yang telah dicincang. Setelah berumur 4 hari larva diberi makan cacing sutra hingga berumur tujuh hari.

E.  Pendederan

o   Persiapan kolam pendederan dilakukan seminggu sebelum penebaran larva, yang meliputi : pengeringan, perbaikan pematang, pengolahan tanah dasar dan pembuatan kemalir.
o   Pengapuran dilakukan dengan melarutkan kapur tohor kedalam tong, kemudian disebarkan keseluruh pematang dan dasar kolam. Dosisnya 50 gr/m2.
o   Pemupukan menggunakan kotoran ayam yang sudah dikeringkan dengan dosis 500 s/d 1.000 gr/m2. Kolam diisi air setinggi 40 cm dan setelah 3 hari disemprot dengan organophospat 4 ppm dan dibiarkan selama 4 hari.
o   Benih ditebar pada pagi hari dengan kepadatan 100 ekor/m2.
o   Pendederan I dilakukan selama 14 hari, pendederan II dilakukan selama 30 hari. Pakan tambahan diberikan setiap hari berupa tepung pellet sebanyak 0,75 gr/1.000 ekor.

PENYAKIT

Penyakit yang sering menyerang ikan baung adalah Ichthyop thirius multifiliis atau lebih dikenal dengan white spot (bintikputih). Pencegahan, dapat dilakukan dengan persiapan kolam yang baik, terutama pengeringan dan pengapuran. Pengobatan dilakukan dengan menebarkan garam dapur sebanyak 200 gr/m3 setiap 10 hari selama pemeliharan atau merendam ikan yang sakit kedalam larutan Oxytetracyclin 2 mg/liter.