I.
PENDAHULUAN
Selain
penyakit, tingginya angka kematian ikan hias piaraan dipengaruhi oleh lancarnya
suplai makanan yang baik dan disukai oleh ikan. Makanan yang paling cocok untuk
ikan hias adalah makanan alami yang bisa didapat atau dicario di alam, misalnya
di perairan umum atau mengkultur sendiri.
Makanan
alami ini biasanya berupa jasad renik seperti cacing-cacingan, larva serangga,
dan udang renik. Ukurannyapun bermacam-macam sehingga dapat diberikan sesuai
ukuran tubuh dan umur ikan yang bersangkutan
Salah
satu cara termudah menyediakan makanan alami ialah dengan jalan mengkulturnya
di sekitar rumah atau bak.
II.
JENIS-JENIS
MAKANAN ALAMI
Jenis-jenis
makanan alami yang lazim diberikan pada ikan hias antara lain :
1. Infusoria
Infusoria adalah protozoa (binatang bersel tunggal ) yang sangat cocok
diberikan sebagai makanan ikan hias ukuran kecil (benih) setelah kuning
telurnya habis. Kebanyakan hidup di air tawar seperti kolam, sawah, rawa dan
perairan tawar tergenang lainnya. Biasanya di sawah infusoria didapatkan
diantara jerami padi setelah selesai panen, sedang di kolam atau di rawa
terdapat diantara tanaman padi.
Didalam infusoria dikenal antara lain jasad-jasad renik ciliata yang bersel
satu dan berbulu getar diseluruh tubuhnya. Jenis yang sering kita temukan
adalah Paramaecium. Berkembang biak
dengan dua cara yang berbeda yaitu dengan pembelahan sel dan konjugasi. Cara
pembelahan sel dilakukan jika lingkungan baik sehingga perkembangbiakan
berjalan cepat. Sedangkan cara konjugasi dilakukan sebagai refresing
(penyegaran) dengan jalan bertukar dan berbaurnya inti sel dari dua sel induk
yang berbeda.
Infusoria mampu tumbuh dan berkembang di lingkungan yang sedang
tercemar dan mengalami proses pembongkaran sisa bahan organik. Makanannya
berupa bakteri, ganggang renik, ragi, detritus yang halus dan protozoa yang
kecil.
2. Rotifera
Rotifera (rotaria) adalah sekumpulan jasad renik yang tubuhnya
mempunyai korona ( seperti tajuk mahkota) bulat dan berambut getar. Tajuk ini
mirip roda, maka dari itu disebut rotifera.
Rotifera merupakan salah satu kelas udang renik dari filum Trochelminthes dengan ukuran antara 50 –
300 mikron. Jenis rotifera yang sering ditemukan adalah Brachionus , makanannya terdiri dari gangang renik, ragi, bakterio
dan protozoa kecil yang didapatnya dengan cara menggerakkan bulu getar.
Brachionus jantan lebih kecil daripada betina, berkembang biak dengan
cara parthenogenets (bertelur dan
menetaskan telur tanpa kawin). Siklus hidupnya hanya berkisar 8 – 12 hari.
3. Kutu Air
Kutu air yang dimaksud adalah udang renik Cladocera. Yang sering ditemui dan dikenal di perairan umum adalah Moina dan Daphnia. Bentuk tubuhnya pipih bening tembus pandang. Makanan kutu
air berupa ganggang dan detritus. Pengambilan makanan dengan cara menggerakkan
kakinya.
4. Cacing Sutera
Cacing juga merupakan makanan alami yang sangat akrab dengan kehidupan
ikan hias. Cacing ini hidup didasar perairan yang banyak mengandung banyak
bahan organik. Cacing ini berwarna merah mirip benang, juga ditemukan didasar
selokan.
Cacing ini dikenal dengan nama Tubifex
ini mirip benang merah yang kusut, karena mereka suka hidup bergerombol. Cacing
ini mampu memacu pertumbuhan anak ikan, tapi bagi ikan yang lagi hamil kurang
cocok karena bisa menghambat keluarnya telur, sebab kandungan lemak cacing
diduga dapat menyumbat saluran telur induk ikan.
5. Jentik Nyamuk
Jentik nyamuk mempunyai protein tinggi, yang disukai hampir semua jenis
ikan hias. Jentik nyamuk tak lain dari larva nyamuk, berasal dari filum
Arthopoda, kelas Insekta, subklas Pterygota dari ordo Diptera.
Jentik nyamuk banyak ditemukan di air selokan, comberan, parit, rawa.
Berbeda dengan tubifex, nyamuk justru butuh tempat yang tergenang untuk
berkembangbiak. Makanan nyamuk betuna berbeda dengan nyamuk jantan. Jika nyamuk
betina gemar darah manusia, maka si jantan cukup mengisap cairan pada daun,
sedangkan larvanya menyukai detritus, jasad renik, seperti ganggang, ragi dan
bakteri.
Jentik nyamuk ini tergolong sangat cocok diberikan untuk induk ikan
hias yang telah dan akan kawin, karena selain ukurannya pas, juga kandungan
proteinnya tinggi, bahkan induk ikan yang telah bertelur akan cepat matang
telur kembali jika diberi jentik nyamuk.
III.
CARA
MENGKULTUR MAKANAN ALAMI
1. Kultur Infusoria
Untuk memproduksi infusoria cukup disiapkan wadah dari akuarium
berbagai ukuran, atau paso dan bisa juga panci. Sebagai medium kulturnya
gunakan daun kobis, selada, talas, atau daun tanaman lain yang mudah hancur
yang sebelumnya dibuang tangkainya karena sulit hancur.
Daun tersebut direbus
dalam panci dengan air sampai hancur, setelah menjadi “bubur” lalu kita
masukkan kedalam wadah tadi dan beri air sedikit sebagai pelarut. Kedalam bubur
kita tulari bibit infusoria lalu masukkan 1 – 2 sendok air selokan/comberan
yang kondisi airnya agak keruh, sebab air semacam inilah yang banyak mengandung
infusoria.
Selanjutnya wadah
yang telah berisi bibit tadi ditaruh ditempat teduh tanpa tutup agar tidak
kekurangan udara untuk pernafasan. Biasanya pada hari kedua sudah dapat dilihat
infusoria yang tumbuh, yang ditandai dengan timbulnya lapisan putih keruh ke
permukaan air.
Cara memanennya
dilakukan dengan mengambil langsung cairan itu dam memberikan pada benih ikan
yang sudah habis kuning telurnya. Jadi makanan ini hanya ideal bagi benih ikan
yang masih muda.
2. Kultur Rotifera
Kultur rotifera dapat dilakukan dalam bak atau kolam yang luas misalnya
kolam seluas 10 m2 mula-mula diberi pupuk kandang ditambah 0,15 kg
TSP, 0,15 kg urea dan 0,15 kg kapur tohor untuk mencegah keasaman.
Sebelum semua bahan dimasukkan, kolam dibersihkan dulu lalu dikeringkan
untuk membunuh benih ikan liar dan hama
seperti anak kodok, siput dsbnya. Pengeringan kolam pada cuaca terik cukup 2 –
3 hari saja, jika mendung sebaiknya sampai 5 hari, sedangkan kalau menggunakan
bak pengeringan cukup sehari saja.
Sebelum kolam kering, pupuk tersebut disebar rata, lalu air dimasukkan
setinggi 50 cm. Jika air yang masuk dalam kolam kaya akan bibit rotifera, maka
dalam tempo 4 hari rotifera sudah tumbuh. Untuk menangkapnya dapat dipakai jala
plankton, yaitu yang bermata jala 40 milimikron.
Agar rotifera tidak dimakan oleh binatan lain sebaiknya pintu
pemasukkan diberi saringan pada saat kita memasukkan air.
3. Kultur Kutu Air
Membiakkan kutu air tidak jauh beda dengan rotifera. Setelah dilakukan
persiapan dan kolam sudah diisi air maka pada hari ketiga benih daphnia boleh
dimasukkan. Benih daphnia dan monia dapat dibeli ditoko penjual benih kutu air
(pedagang makanan ikan hias). Penebaran benih ini penting sekali karena air
yang dimasukkan kedalam kolam tadi belum tentu mengandung benih daphnia dan
monia. Bibit ini ditebar hanya untuk pertama kali, untuk selanjutnya benih
sudah menyebar keseluruh penjuru kolam.
Pada hari ketujuh sejak pemasukkan air, kutu air sudah dapat dipanen.
Pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari sebab pada suasana seperti itu
kutu air akan berkumpul di permukaan air sehingga memudahkan menangkapnya.
Panen kutu air dapat dilakukan dengan menggunakan serok biasa yang terbuat dari
kain strimin.
Baik kultur rotifera maupun kutu air dapat bertahan dalam waktu yang
cukup lama sekitar 2 bulan, namun seminggu sekali harus ditambahkan pupuk
kandang yang dimasukkan dalam karung yang dilubangi dan diapungkan dalam kolam.
4. Kultur Cacing Sutra
Cacing sutra dapat dibiakkan dalam bak yang bentuknya memanjang atau
saluran air. Dasar bak terlebih dahulu dilapisi dengan lumpur halus. Bahan yang
paling baik untuk melapisi yaitu sampah yang sudah hampir membusuk. Bila
menggunakan lumpur, sebaiknya diambil dari dasar sungai yang sudah ada bibit
cacingnya.
Tebal lumpur cukup sekitar 5 cm, bahan tambahannya adalah pupuk kandang
untuk penyubur sebanyak 50 gr/m2. Pupuk ini sebelumnya diaduk dengan
lumpur sehingga benar-benar menjadi satu. Lalu masukkan air dengan cara mengalirkan kedalam bak
perlahan-lahan. Air ini gunanya untuk menjaga kesegaran dan kesejukan serta
menambah oksigen dan membuang sisa kotoran yang merugikan.
Kemudian bibik cacing tubifex disebarkan merata, maka dalam jangka 2
hari akan terlihat cacing itu mulai berkembang biak. Guna mencegah sengatan
matahari, mengingat cacing membutuhkan suasana gelap sebaiknya bak ditutup
dengan daun pisang.
Kalau gerombolan cacing sudah cukup bergerombol dalam lumpur, cacing
bisa dipanen dengan cara merogoh atau mengangkatnya dengan tangan telanjang.
Cacing yang telah dipanen dibersihkan dengan air.
5. Kultur Jentik Nyamuk
Membudidayakan jentik nyamuk berarti mempersiapkan tempat untuk memikat
induk nyamuk betina agar mau bertelur. Tempatnya berupa bak berisi air yang
ukurannya 2 x 3 m atau 2 x 2 m atau 2 x 1 m. Kalau tidak ada bak semen boleh
juga kolam tanah biasa.
Persiapan kultur jentik nyamuk sama dengan kultur kutu air. Dibei pupuk
kandang dengan dosis 1 kg/m2. Campuran lain tidak diperlukan, sebaiknya
bak atau kolam dibuat dekan dengan selokan atau comberan karena tempat seperti
ini banyak berkeliaran nyamuk.
Dalam tempo 3 hari biasanya nyamuk sudah berdatangan dan tidak lebih
dari seminggu jentik-jentik yang suka bergoyang itu sudah dapat kita ambil.
Cara pengambilannya dengan menggunakan serok dari kain strimin, sebaiknya
dicuci dulu sebelum diberikan pada ikan.
Jika dirasakan nyamuk-nyamuk sudah berkurang hasilnya, pertanda pupuk
harus diperbaharui lagi, atau dengan menambahkan batang pisang yang sudah
dicacah sebagai pemikat induk nyamuk. Demikian dilakukan pemupukan pembaharuan
kalau dirasakan nyamuk-nyamuk sudah mulai berkurang.
******
MKW ******
No comments:
Post a Comment