I. PENDAHULUAN
Ikan baung (Mystus
nemurus CV) di daerah kita sangat digemari oleh masyarakat yang
merupakan ikan asli perairan Indonesia
dan telah menyebar ke wilayah lainnya.
Ikan baung menyukai perairan yang tenang, dan jernih seperti rawa-rawa,
waduk, danau dan sungai.
Ikan Baung mempunyai bentuk
badan pipih, lebar dan agak menggembung.
Bentuk kepalanya lancip tetapi setelah dewasa menjadi dempak, mulutnya kecil dan agak serong, sirip
punggung panjang dan agak lebar, sirip ekor ujungnya berbentuk bulat, sirip
dubur panjang dan lebar. Sirip perut
letaknya dibagian depan dari badan hampir dekat dengan sirip dada. Dua jari-jari
lunak dari sirip perut memanjang seperti cambuk yang berfungsi sebagai alat
peraba. Sirip dada letaknya lebih keatas dari sirip perut. Ikan ini mempunyai gurat sisi yang sempurna.
1. Pemeliharaan Induk
Pemeliharaan induk dilakukan di kolam induk dengan
kedalaman air rata-rata 1 dengan padat tebar 15 ekor per m2. Selama
pemeliharaan induk diberikan pakan berprotein minimal 28% sebanyak 2% dari
total. Biomass/hari dengan frekuensi pemberian pakan dua kali sehari yaitu pada
pagi hari dan sore hari. Seleksi Induk
Ciri-ciri induk betina siap pijah :
Perut yang membesar dan lembek; Bentuk badan yang agak
melebar dan pendek; Pada sekitar lubang genital agak kemerahan; Telur berwarna
kecoklatan; Ukuran diameter telur ikan baung siap dipijahkan dan mampu
berkembang dengan baik berkisar 1,5 sampai 1,8 mm dengan rata-rata 1,6 mm; Telur
yang bagus dapat dilihat di bawah mikroskop dengan ciri intinya sudah menepi.
Ciri-ciri induk jantan siap pijah :
Ujung genital
papilla (penis) berwarna merah yang panjangnya sampai ke pangkal sirip anal; Cairan
sperma ikan baung berwarna bening.
2. Pemijahan
Kegiatan pemijahan pada umumnya menggunakan bantuan
hormon perangsang terjadinya ovulasi (ovaprim) dengan dosis 0,5 cc/kg induk betina
dan 0,3 cc/kg untuk induk jantan.
Pelaksanaan proses pemijahan pada ikan Baung dapat
dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu :
a. Semi Alami ;
Induk jantan dan betina siap
pijah disuntik dengan hormon ovaprim, kemudian diletakkan dalam hapa yang telah
diberi kakaban pada bagian dasar happa. Selang waktu 8 – 12 jamakan terjadi
pemijahan yang ditandai dengan melekatnya telur pada kakaban di dasar happa. Perbandingan
induk jantan dan betina adalah 2 – 3 : 1. Telur yang telah melekat pada kakaban
dibiarkan hingga menetas dan larva Baung dapat dipindahkan ke wadah
pemeliharaan (bak atau aquarium) setelah terlebih dahulu menyingkirkan kakaban
di dalam happa tersebut guna memudahkan penangkapan dan pemindahan larva.
b. Buatan (Artificial) ;
Induk ditampung dalam wadah fiber / waskom / aquarium yang berfungsi
sebagai tempat inkubasi induk. Induk ditimbang beratnya untuk menentukan jumlah
hormon yang akan digunakan. Penyuntikan induk betina dilakukan 2 kali dengan
interval waktu penyuntikan 6 jam, untuk penyuntikan I digunakan 1/3 dari dosis
dan 2/3 sisanya untuk penyuntikan ke II. Sedangkan untuk induk jantan dilakukan
sekali penyuntikan yaitu waktu penyuntikan kedua pada induk betina. Penyuntikan
dilaksanakan secara intra muskular di bagian kiri atau kanan belakang sirip
punggung. Posisi jarum suntik terhadap tubuh induk membentuk sudut 30o - 40o sejajar
dengan panjang tubuh. Waktu ovulasi berkisar antara 6 - 8 jam setelah penyuntikan
ke II (kisaran suhu 29o – 31o) ditandai dengan keluarnya telur bila dilakukan pengurutan
pada bagian perut. Pengambilan sperma
dilakukan dengan membedah perut induk jantan dan mengambil kantong sperma.
Kantong sperma dicuci dengan larutan NaCl 0,9% hingga bersih kemudian digerus
atau dipotong-potong di dalam gelas yang telah berisi larutan NaCl hingga
larut, yang ditandai dengan perubahan larutan NaCl menjadi putih susu. Perbandingan
yang digunakan adalah 4 cc NaCl dengan 1 cc sperma. Pembuahan dilakukan dengan
cara mencampurkan telur dengan sperma kemudian diaduk dengan bulu ayam searah
jarum jam selama kurang lebih 2 - 3 menit secara perlahan sampai tercampur
rata, selanjutnya telur ditetaskan di dalam aquarium. Penetasan dilakukan dalam
aquarium dengan menebarkan telur secara merata. Padat tebar optimal adalah 2 – 3 butir telur per cm2. Telur yang baik akan
menempel kuat pada dasar aquarium. Setelah telur menetas larva baung akan
bergerombol pada sudut-sudut aquarium. Sedangkan telur yang tak menetas tetap menempel
pada substrat. Pemeliharaan Larva. Setelah
persediaan telur pada perut larva habis, larva diberi pakan alami berupa
nauplii Artemia sp. Frekuensi pemberian pakan dilakukan 5 kali per hari yaitu
pada pukul 07.00, 11.00, 15.00, 19.00, dan 23.00 WIB. Agar kualitas air tetap
baik dilakukan penyifonan kotoran yang mengendap di dasar aquarium. Penyifonan
dilakukan 1 x per hari pada pagi hari sebelum pemberian pakan.
3. Pendederan
Sebelum dilakukan penebaran
benih, terlebih dahulu dilakukan persiapan kolam pendederan yang meliputi
pengeringan kolam, perbaikan pematang, pengolahan tanah dasar kolam dan
pembuatan caren (kemalir). Dalam kegiatan persiapan kolam juga dilakukan pemupukan,
pengapuran dan pengisian air. Pengolahan
dasar kolam dilakukan dengan cara pembalikan tanah dasar kolam serta pembuatan
kemalir dengan kemiringan 0,5 - 1% ke arah pintu pengeluaran. Setelah
pengolahan tanah, dilakukan pemupukan dengan pupuk kandang (kotoran ayam)
dengan dosis 300 gr/m2. Penjemuran kolam dilakukan selama 3 hari lalu diisi air
secara bertahap sampai ketinggian air 90 cm. Sebelum benih ditebar di kolam dilakukan
pengukuran kualitas air yang meliputi suhu, oksigen dan pH. Penebaran benih dilakukan pada hari ke-8 dari
awal persiapan kolam. Penebaran benih dilakukan pagi atau sore hari untuk
menghindari stress. Benih yang ditebar berukuran rata-rata 2,4 cm dengan padat
tebar 20 ekor/m2 Pemeliharaan benih dilakukan selama 4 minggu. Setelah
penebaran, benih diberi makan berupa pakan komersial (pellet) yang dihancurkan
dengan kadar protein 28 - 30% sebanyak 25 - 100% total biomassa/hari. Frekuensi
pemberian pakan 3 x sehari pagi, siang dan sore. Total pemberian pakan tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Minggu I : 100%,
2. Minggu II : 80%
3. Minggu III : 70%
4. Minggu IV : 30%
4. Pemanenan
Pemanenan dilakukan dengan
menjaring ikan dalam kolam menggunakan jaring/happa selanjutnya dilakukan pengeringan
total untuk mengambil benih yang tertinggal dalam kemalir. Benih ditampung
dalam hapa penampungan dan diberok selama 1 hari. Sebelum dilakukan pendistribusian
benih pada pembudidaya ikan, benih terlebih dulu diseleksi sesuai ukuran. Distribusi Benih yang akan didistribusikan
dimasukkan dalam kantongan plastik berbentuk silinder dimana pada bagian tengah
kantong dibuat simpul sehingga sama panjang dan salah satunya dimasukkan
kedalam sisi yang lain sehingga membentuk lapisan ganda (luar dan dalam). Air
dimasukan kedalam kantong plastik sebanyak 1/3 bagian dari volume kantong.
Benih ikan dimasukkan ke dalam kantong plastik yang sudah berisi media air
dengan kepadatan tergantung dari ukuran benih, jarak dan waktu tempuh. Udara di
dalam kantong dibuang dengan cara mengempeskan kantong. Kantong diisi dengan oksigen
murni dari tabung oksigen melalui selang udara. Setelah dirasa cukup penuh /
kencang, ujung kantong diikat dengan karet. Benih ikan siap didistribusikan