Monday, November 27, 2017

BUDIDAYA IKAN BAUNG


I.  PENDAHULUAN

Ikan baung (Mystus nemurus CV) di daerah kita sangat digemari oleh masyarakat yang merupakan ikan asli perairan Indonesia dan telah menyebar ke wilayah lainnya.   Ikan baung menyukai perairan yang tenang, dan jernih seperti rawa-rawa, waduk, danau dan sungai.
Ikan Baung mempunyai bentuk badan pipih, lebar dan agak menggembung.  Bentuk kepalanya lancip tetapi setelah dewasa menjadi dempak,  mulutnya kecil dan agak serong, sirip punggung panjang dan agak lebar, sirip ekor ujungnya berbentuk bulat, sirip dubur panjang dan lebar.  Sirip perut letaknya dibagian depan dari badan hampir dekat dengan sirip dada. Dua jari-jari lunak dari sirip perut memanjang seperti cambuk yang berfungsi sebagai alat peraba. Sirip dada letaknya lebih keatas dari sirip perut.  Ikan ini mempunyai gurat sisi yang sempurna.

1. Pemeliharaan Induk

Pemeliharaan induk dilakukan di kolam induk dengan kedalaman air rata-rata 1 dengan padat tebar 15 ekor per m2. Selama pemeliharaan induk diberikan pakan berprotein minimal 28% sebanyak 2% dari total. Biomass/hari dengan frekuensi pemberian pakan dua kali sehari yaitu pada pagi hari dan sore hari. Seleksi Induk

Ciri-ciri induk betina siap pijah :

Perut yang membesar dan lembek; Bentuk badan yang agak melebar dan pendek; Pada sekitar lubang genital agak kemerahan; Telur berwarna kecoklatan; Ukuran diameter telur ikan baung siap dipijahkan dan mampu berkembang dengan baik berkisar 1,5 sampai 1,8 mm dengan rata-rata 1,6 mm; Telur yang bagus dapat dilihat di bawah mikroskop dengan ciri intinya sudah menepi.


Ciri-ciri induk jantan siap pijah :

Ujung genital papilla (penis) berwarna merah yang panjangnya sampai ke pangkal sirip anal; Cairan sperma ikan baung berwarna bening.

2. Pemijahan

Kegiatan pemijahan pada umumnya menggunakan bantuan hormon perangsang terjadinya ovulasi (ovaprim) dengan dosis 0,5 cc/kg induk betina dan 0,3 cc/kg untuk induk jantan.
Pelaksanaan proses pemijahan pada ikan Baung dapat
dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu :

a. Semi Alami ;
Induk jantan dan betina siap pijah disuntik dengan hormon ovaprim, kemudian diletakkan dalam hapa yang telah diberi kakaban pada bagian dasar happa. Selang waktu 8 – 12 jamakan terjadi pemijahan yang ditandai dengan melekatnya telur pada kakaban di dasar happa. Perbandingan induk jantan dan betina adalah 2 – 3 : 1. Telur yang telah melekat pada kakaban dibiarkan hingga menetas dan larva Baung dapat dipindahkan ke wadah pemeliharaan (bak atau aquarium) setelah terlebih dahulu menyingkirkan kakaban di dalam happa tersebut guna memudahkan penangkapan dan pemindahan larva.

b. Buatan (Artificial) ;

Induk ditampung dalam wadah fiber / waskom / aquarium yang berfungsi sebagai tempat inkubasi induk. Induk ditimbang beratnya untuk menentukan jumlah hormon yang akan digunakan. Penyuntikan induk betina dilakukan 2 kali dengan interval waktu penyuntikan 6 jam, untuk penyuntikan I digunakan 1/3 dari dosis dan 2/3 sisanya untuk penyuntikan ke II. Sedangkan untuk induk jantan dilakukan sekali penyuntikan yaitu waktu penyuntikan kedua pada induk betina. Penyuntikan dilaksanakan secara intra muskular di bagian kiri atau kanan belakang sirip punggung. Posisi jarum suntik terhadap tubuh induk membentuk sudut 30o - 40o sejajar dengan panjang tubuh. Waktu ovulasi berkisar antara 6 - 8 jam setelah penyuntikan ke II (kisaran suhu 29o – 31o) ditandai dengan keluarnya telur bila dilakukan pengurutan pada bagian perut.  Pengambilan sperma dilakukan dengan membedah perut induk jantan dan mengambil kantong sperma. Kantong sperma dicuci dengan larutan NaCl 0,9% hingga bersih kemudian digerus atau dipotong-potong di dalam gelas yang telah berisi larutan NaCl hingga larut, yang ditandai dengan perubahan larutan NaCl menjadi putih susu. Perbandingan yang digunakan adalah 4 cc NaCl dengan 1 cc sperma. Pembuahan dilakukan dengan cara mencampurkan telur dengan sperma kemudian diaduk dengan bulu ayam searah jarum jam selama kurang lebih 2 - 3 menit secara perlahan sampai tercampur rata, selanjutnya telur ditetaskan di dalam aquarium. Penetasan dilakukan dalam aquarium dengan menebarkan telur secara merata. Padat tebar optimal adalah 2 – 3 butir telur per cm2. Telur yang baik akan menempel kuat pada dasar aquarium. Setelah telur menetas larva baung akan bergerombol pada sudut-sudut aquarium. Sedangkan telur yang tak menetas tetap menempel pada substrat. Pemeliharaan Larva.  Setelah persediaan telur pada perut larva habis, larva diberi pakan alami berupa nauplii Artemia sp. Frekuensi pemberian pakan dilakukan 5 kali per hari yaitu pada pukul 07.00, 11.00, 15.00, 19.00, dan 23.00 WIB. Agar kualitas air tetap baik dilakukan penyifonan kotoran yang mengendap di dasar aquarium. Penyifonan dilakukan 1 x per hari pada pagi hari sebelum pemberian pakan.

3. Pendederan

Sebelum dilakukan penebaran benih, terlebih dahulu dilakukan persiapan kolam pendederan yang meliputi pengeringan kolam, perbaikan pematang, pengolahan tanah dasar kolam dan pembuatan caren (kemalir). Dalam kegiatan persiapan kolam juga dilakukan pemupukan, pengapuran dan pengisian air.  Pengolahan dasar kolam dilakukan dengan cara pembalikan tanah dasar kolam serta pembuatan kemalir dengan kemiringan 0,5 - 1% ke arah pintu pengeluaran. Setelah pengolahan tanah, dilakukan pemupukan dengan pupuk kandang (kotoran ayam) dengan dosis 300 gr/m2. Penjemuran kolam dilakukan selama 3 hari lalu diisi air secara bertahap sampai ketinggian air 90 cm. Sebelum benih ditebar di kolam dilakukan pengukuran kualitas air yang meliputi suhu, oksigen dan pH.  Penebaran benih dilakukan pada hari ke-8 dari awal persiapan kolam. Penebaran benih dilakukan pagi atau sore hari untuk menghindari stress. Benih yang ditebar berukuran rata-rata 2,4 cm dengan padat tebar 20 ekor/m2 Pemeliharaan benih dilakukan selama 4 minggu. Setelah penebaran, benih diberi makan berupa pakan komersial (pellet) yang dihancurkan dengan kadar protein 28 - 30% sebanyak 25 - 100% total biomassa/hari. Frekuensi pemberian pakan 3 x sehari pagi, siang dan sore.  Total pemberian pakan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Minggu I : 100%,
2. Minggu II : 80%
3. Minggu III : 70%
4. Minggu IV : 30%



4. Pemanenan

Pemanenan dilakukan dengan menjaring ikan dalam kolam menggunakan jaring/happa selanjutnya dilakukan pengeringan total untuk mengambil benih yang tertinggal dalam kemalir. Benih ditampung dalam hapa penampungan dan diberok selama 1 hari. Sebelum dilakukan pendistribusian benih pada pembudidaya ikan, benih terlebih dulu diseleksi sesuai ukuran.  Distribusi Benih yang akan didistribusikan dimasukkan dalam kantongan plastik berbentuk silinder dimana pada bagian tengah kantong dibuat simpul sehingga sama panjang dan salah satunya dimasukkan kedalam sisi yang lain sehingga membentuk lapisan ganda (luar dan dalam). Air dimasukan kedalam kantong plastik sebanyak 1/3 bagian dari volume kantong. Benih ikan dimasukkan ke dalam kantong plastik yang sudah berisi media air dengan kepadatan tergantung dari ukuran benih, jarak dan waktu tempuh. Udara di dalam kantong dibuang dengan cara mengempeskan kantong. Kantong diisi dengan oksigen murni dari tabung oksigen melalui selang udara. Setelah dirasa cukup penuh / kencang, ujung kantong diikat dengan karet. Benih ikan siap didistribusikan


No comments:

Post a Comment